MOTIVASI DAN SEMANGAT
BELAJAR
Pendidikan
Kepelatihan Olahraga
Universitas
Negeri Semarang
2011/2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makala yang berjudul "Motivasi dan Semangat Belajar” dengan baik dan
lancar. Tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada orang tua kami dan
teman – teman semua yang telah memberikan semangat dan doa kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makala dengan baik dan lancar. Kami berharap makala
ini dapat memberikan suatu dampak positif dan bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis
menerima kritik dan saran yang membantu guna penyempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum
wr.wb
Semarang, Juni 2012
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Dalam
proses belajar gerak banyak faktor yang berpengaruh, seperti factor
pelajar/siswa, faktor latihan, faktor lingkungan dan faktor guru. Faktor
pelajar merupakan faktor penentu utama dalam proses belajar gerak. Seorang
siswa yang memiliki potensi yang baik mempunyai harapan dan kemungkinan yang
lebih besar untuk mencapai keberhasilan belajarnya dibandingkan dengan siswa
yang kurang berpotensi. Selain potensi yang baik masih ada factor-faktor lain yang
menunjang keberhasilan belajar siswa. Factor pelajar meliputi perhatian,
persepsi, emosi, kepribadian, karakteristik fisik dan motivasi.
Motivasi
bagi seorang siswa sangat penting agar tujuan belajar dapat tercapai. Motor penggerak
dalam proses belajar gerak agar berhasil berasal ari siswa sendiri. Dengan
motivasi yang besar, maka semangat belajar siswa akan tinggi pula. Semanat yang
tinggi disertai bimbingan yang tepat dari guru, dan kelengkapan sarana dan
prasarana yang memadai akan menunjang keberhasilan siswa dalam proses belajar
gerak. Makalah ini menyajikan bahasan tentang motivasi dan semangat belajar,
yang isinya meliputi pengertian dan fungsi motivasi dan semangat belajar,
beberapa klasifikasi motif serta emosi.Materi yang disajikan erat kaitannya
dengan tugas guru dan pelatih olahraga dalam mengelola kegiatan belajar dan
berlatih sehingga pelajar mau melaksanakan kegiatan belajar dan berlatihnya
dengan penuh semangat.
B. Rumusan
masalah
-
bagaimana caranya
memberikan motivasi dan semangat belajar terhadap siswa yang baik dan benar?
BAB II
PEMBAHASAN
Ø pengertian dan fungsi
motivasi
menurut
George H. Sage (1984), motivasi merupakan mekanisme internal dan rangsangan
eksternal yang timbul dan mengetur perilaku siswa. Perilaku siswa yang kompleks
dipengaruhi oleh kegairahan (arasual) umtuk mencapai tujuan. Gabungan dari
kegairahan dengan tujuan yang hendak dicapai siswa diintegrasikan ke dalam
perilaku yang termotivasi.
Manusia
hidup dengan berbagai pilihan, seperti memilih makanan atau pakaian tertentu,
memilih kegiatan, pekerjaan, sekolah dan sebagainya. Perbuatan dan perilaku
manusia dibimbing oleh tujuan yang hendak dicapai, dengan demikian dimunkinkan
seseorang berbuat sama dengan orang lain tetapi dengan tujuan yang berbeda.
Sesorng berbua secara sadar karena alas an tertentu, meskipun alas an itu
sendiri kadang-kadang tidak disadari oleh yang bersangkutan. Setiap orang pasti
memiliki dorongan tertentu sehingga dia berbuat sesuatu. Membahas alasan dan
dorongan untuk berbuat sesuatu berarti membahas tentang motivasi.
Ada
beberapa kata yang dapat menunjukkan alasan (motif) sesorang untuk berbuat
sesuatu. Misalnya keinginan, kemauan, tujuan, aspirasi, kebutuhan, ambisi,
cita-cita.
Motivasi
dapat digambarkan sebagai pembangit aksi/tindakan dan penggerak perbuatan
seseorang. Kebanyakan studi tentang motivasi berkaitan dengan perbuatan dan
aktivitas yang tampak bila ada motif, dan berusaha mengidentifikiasi tujuan
yang hendak dicapai.
Antara
motivasi dengan perbuatan dapat diidentifikasi adanya suatu siklus. Morgan dan
King (1966) mengemukakan adanya tiga komponen siklus yaitu timbulnya motivasi,
perbuatan yang termotivasi, dan kondisi yang terpuaskan. Dalam betuk siklus
dapat digambarkan sebagai berikut :
Timbulnya
motivasi
|
Perbuatan
termotivasi
|
Kondisi
terpuaskan
|
Siklus
perbuatan termotivasi
Motivasi
dapat timbul dari berbagai kondisi dara dalam diri sendiri atau pengeruh dari
luar. Rasa haus dan ingin dicintai atau dipuji merupakan motivasi yang timbul
dari dalam, sedangkan cuaca yang panas, tuntutan seorang guru kepada siswanya untuk
menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang singkat akan mendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu. Karena mereka haus maka perlu minum atau karena harus
menyerahkan tugas dalam waktu yang singkat maka harus bekerja lembur semalam
suntuk. Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan komponen kedua, yakni perbuatan termotivasi seperti nampak
pada siklus. Setelah minum atau menyelesaikan tugas, maka yang bersangkutan
akan merasa puas atau kondisi terpuaskan.
Untuk selanjutnya siklus akan berputar lagi sejalan dengan timbulnya motivasi
baru. Kepuasan yang baru, untuk selanjutnya melakukan perbuata lagi dan
seterusnya.
Dari
uraian tersebut, motivasi dapat diartikan
seluruh proses dari dimulainya suatu kebutuhan atau dorongan, kemudian
dilakukan tindakan-tindakan dan akhirnya tercapai sasaran atua tujuan yang
dapat memuaskan kebutuhan itu.
Hubungan
antara motivasi dengan prestasi menurut Drowatzky (1975) adalah bentuk kurva
linear, seperti gambar dibawah.
baik
optimal
PRESTASI
Buruk
kecil MOTIVASI Terlalu besar
kurva hubungan antara
motivasi dengan prestasi
dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa prestasi terbaik
dicapai apabila motivasi tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi/besar.
Prestai tidak terlalu meningkat sejalan dengan bertambahnya motivasi. Pada
taraf tertentu peningkatan besarnya motivasi justru berakibat buruk terhadap
pencapaian prestasi.
Apa yang diungkapkan Drowatzky tersebut akan nampak
terutama pada cabang-cabang olahraga yang lebih mengutamakan ketelitian,
kecermatan dan ketepatan. Unuk cabang yang mengutamakan fisik, seperti
kekuatan, kecepatan dan daya tahan tubuh kurang nampak. Dalam hubungan dengan
masalah ini diperlukan kejelian pelatih dalam memberikan motivasi kepada
atletnya. Motivasi harus dtitambahkan dan dipertahankan pada taraf tertentu,
dan tidak perlu ditambah lebih besar lagi. Memang belm ada ukuran yang obyektif
untuk mengukur besarnya motivasi yang dapat dianggap memadai, dan seberapa yang
dikatakan terlalu besar. Yang jelas bahwa dalam memberikan motivasi jangan
sampai justru menimbulkan beban mental yang dapat mengakibatkan ketegangan bagi
atltet sebelum, selama dan sesudah perlombaan.
Gambaran mengenai kesesuaian tingkat kwesulitan olahraga
dengan berbagai motivasi aadalah sebagai berikut, kegiatan yang paling kompleks
memerlukan motivasi yang sedang saja, sedangkan motivasi tinggi diperlukan
untuk kegiatan keterampilan agak kompleks, dan motivasi tertinggi justru
diperlukan untuk kegiatan yang paling sederhana.
Ø Sumber motivasi
Ditinjau dari
sumbernya, motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi ekstrinsik dan
motivasi intrinsik.
1. Motivasi
ekstrinsik
Adalah
motiasi yang timbul karena adanya ransangan dari luar atau bersifat eksternal.
Misalnya, seseorang belajar giat agar dipuji oleh orang lain, seseorang
terdorong untuk berusaha atau untuk berprestasi sebaik-baiknya karena
menariknya hadiah-hadiah yang disdiakan, karena akan dikirim ke luar negeri,
akan menjadi berita di surat kabar atau di TV, akan menjadi dambaan masyarakat
disekitarnya dan sebagainya.
Dalam
studi tentang motivasi ekstrinsik dikenal adanya bentuk hadiah dan hukuman
sebagai bentuk pembangkt motivasi.hadiah dapat berupa barang, uang, pujian,
nilai yang baik, sanjungan dan sejenisnya yang bersifat menyenangkan. Sedangkan
hukuman dapat berupa menyakiti secara fisik maupun perasaan,penghinaan dan
lainnya yang tidak menyenankan.
Penggunaan
hadiah atau hukuman ebagai motivasi harus didasarkan pada suatu prinsip bahwa
pada hakekatnya manusia memiliki kecenderungan untuk mencari sesuatu yang
memberikan kesenangn atau kepuasan dan menghindari sesuatau yang tidak
menyenangkan.
Dalam
sudut pandang pensisikan menumbuhkan motivasi intrinsik lebih ideal dibandig
dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik lebih memungkinkan bertahan
dalam jangka waktu yang lama dalam berbuat sesuatu.
Dalam
olahraga, motivasi ekstrinsik dapat berbentuk “motivasi bersaing”. Oleh karena
adanaya orongan untuk bersaing dan untuk mmenang memegang peranan yang lebih
besar dibandingkan dengan rasa kepuasan karena telah berprestasi dengan baik.
Motivasi
kompetitif baisanya menyebabkan orang merasa superior karena dia adalah sang
juara atau pemenang. Perasaan ini mudah
berkembang menjadi sifat yang egosentrik. Oleh karena itu orang tersebut
menjadi kurang peka terhadap keadaan dan pendapat orang lain. Dia selalu
dibayangi oleh anggapan untuk menjadi pemenang dan tujuan utamanya adalah
mengalahkan lawan. Hal ini akan memberikan kondisi psikologis berupa pikiran
dan tindakan atlet yang dapat menjerumuskan ke arah hal-hal yang bersifat
negatif, yang dapat berupa mengjalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya,
termasuk menipu, bermain curang dan penggunaan obat-obat terlarang.
Namun
demikian motivasi ekstrindik pada kenyataannya tidak selalu menimbulkan hal-hal
yang bersifat negative. Dengan motivasi ekstrinsik yang tepat akan diperoleh
dorongan yang kuat bagi seorang atlet untuk mengerahkan segenap kemampuannya
dalam usaha mencapai keberhasilan mencapai tujuannya.
2. Motivasi
Intrinsik
Motivasi
intrinsik timbul dari dalam diri atlet atau bersifat internal. Dorongan untuk
berbuat timbul atas kemauan diri sendiri. Motivasi intrinsik meliputi dorongan
aktualisasi diri yang melibatkan ego. Misalnya, seseorang selalu berusaha untuk
mmakin meningkatkan pengetahuanny, pikirannya, kemampuan dan ketrampilan serta
ketaqwaannya karena ingi memperoleh kepuasan pada dirinya. Seseorang melakukan
semua itu bukan karena ingin memperoleh hadiah, pujian, sanjungan aau kemenangan
emata-mata, tetapi yang penting baginya adalah memperoleh kepuasan diri.
Aktivitas
dengan dorongan motivasi intrinsik censerung dapat bertahan lama dibandingkan
dengan kegiatan yang dilakukan atas dorongan motivasi ekstrinsik. Oleh karena
itu menjadi tugas seorang guru atau pelatih harus berusaha dengan cara yang
lain uatau memberikan dorongan untuk menumbuhkan motivasi ekstrinsik kepada
atletnya. Seorang atlet yang tidak mau melakukan latihan fisik harus diberikan
dorongan atau pengertian sebagai motivasi untuk mau melakukan latihan.
Motivasi
intrinsik dalam olahraga dapat berbentuk motivaasi kecakapan karena seorang
atlet dengan motivasi intrinsik biasanya sangat bergairah untuk meningkatkan
kompensinya untuk mencapai kesempurnaan. Mangejar kesempurnaan merupakan salah
satu motivasi yang melekat pada diri atlet dengan mempergunakan tubuhnya
sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan ketrampilan
Ø Aspirasi
Merupakan
salah satu factor yang mempunyai hubungan ereat dengan motivasi intrinsik, yang
dalam belajar atau kegiatan dapat diartikan sebagai kehendak seseorang untuk
mencapai suatu tujuan atau keberhasilan tertentu. Seseorang telah berhasil atau
gagal sifatnya relative, tergantung pada apa dan seberapa besar yang ingin
dicapai oleh yang bersangkutan. Tinggi rendahnya tingkat pencapaian yang ingin
diupayakan oleh seseorang dapat disebut sebagai
tingkat aspirasi. Tingkat aspirasi dapat menjadi semakin tinggi atu menjadi
semakin rendah sejalan dengan pengalaman keberhasilan atau kegagalan dalam
melaksanakan kegiatan dengan situasi yang serupa. Seorang yang sering mengalami
keberhasilan, tingkat aspirasinya dapat makin tinggi, sebaliknya seseorang yang
elalu mengalami kegagalan, tingkat aspirasinya dapat menjadi rendah.
Tingkat
aspirasi sangat berkaitan dengan optimism yang dimiliki seseorang. Menetapkan
tinkat aspirasi bagi seseorang adalah angat penting, tapi harus sesuai dengan
kenyataan. Tingkat aspirasi sebaiknya ditetapkan sesuai dengan keberhasilan
yang pernah dicapai, tingkat pencapaian yang ada sekarang, dan kemampuan yang
dimiliki. Tingkat aspirasi yang positif dan realistis dapat digunakan untuk
memperbaiki prestasi. Tingkat aspirasi yang rendah tidak akan membangkitkan
kegairahan beruaha, seangkan tingkat aspirasi yang terlalu tinggi dapat
menimbulkan frustasi karena tidak pernah merasa berhasil.
Ada
bebarapa prinsip penting sehubungan dengan tingkat asoirasi yaitu :
1. Keberhasilan
akan meningkatkan tingkat aspirasi, sedangkan kegagalan akan menurunkan tingkat
aspirasi
2. Semakin
besar tingkat keberhasilan, kemungkinan meningkatkan tingkat aspirasi makin
besar.
3. Tingkat
prestasi lebih dipengaruhi oleh keberhasilan disbanding dengan kegagalan.
Peningkatan prestasi lebih tampak sesudah mengalami kegagalan.
Ø Klasifikasi motive
Berdasarkan
sifat pemunculannya, motive dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Motive
primer (pertama)
Motive
primer muncul tanpa dipelajari dan terjadi pada proses kematangan dan bersifat
fisiologis/biologis. Timbulnya motif dapat secara internal maupun eksternal.
Sebagai contoh motif yang timbul secara internal, misalnya karena terlalu
banyak cairan tubuh yang keluar, maka akan mengakibatkan munculnya rasa haus
yang menggerakkan perbuatan minum. Sedang motif primer yang mucul secara
eksternal, misalnya sinar matahari yang terlalu panas menyengat kulit, maka
akan menggerakkan seseorang untuk berusah lari mencari tempat berteduh terhadap
terik matahari tersebut.
Motif fisiologis yang lain dapat
digambarkan sebagai rasa lapar, lelah dan kebutuhan oksigen, sedangkan yang
dapt dikategorikan sebagai motif umum adalah rasa cinta, ingin tahu, rasa takut
dan kebutuhan akan aktivitas.
2. Motive
sekunder (kedua)
Motive
sekunder muncul karena proses belajar atau berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang dimiliki dan didapat diperoleh dari kondisi-kondisi tertentu.
Ada
12 macam motive sekunder yang bersifat psikologis pada kelompok adolesen, yaitu
:
1. Penerimaan,
yaitu perasaan bahwa orang lain bersifat mendukung, menyetujui, dan menyegani
dirinya.
2. Pencapaian,
yaitu kenutuhan untuk mencapai tujuan, pengetahuan, penghormatan dan status.
3. Afeksi,
yaitu perasaan dicintai dan dicintai.
4. Pembenaran,
yaitu perasaan sebagai seseoyang yang memuaskan dan bahwa sesuatu yang
dikerjakan memuaskan, menghindari celaan, kritik dan hukuman.
5. Keikutsertaan,
yaitu kebutuhan akan perasaan sebagai bagian dari kelompok atau kelembagaan.
6. Penyesuaian
diri, yaitu kebutuhan untuk menjadi seperti orang lain dan menghindari
perbedaan.
7. Ketergantungan,
yaitu kebutuhan untuk tergantung pada orang lain untuk memperoleh dukungan
emosional, perlindungan, dorongan, bantuan, dan ampunan.
8. Kemandirian,
yaitu kebutuhan untuk berbuat dengan caranya sendiri, mencukupi diri sendiri,
dan bebas dari control orang lain.
9. Kekuasaan
atau pengaruh yang besar, yaitu kebutuhan untuk memimpin, memerintah, menguasai
orang lain, mengatasi masalah dan rintangan, dan mempengaruhi orang lain.
10. Dikenal,
yaitu kebutuhan untuk dikenalsebagai individu yang lain daripada yang lain.
11. Realisasi
diri, yaitu kebutuhan untuk berfungsi, belajar, memahami, berbuat
sebaik-baiknya, dan mencapai tujuan.
12. Berbudi,
yaitu kebutuhan memiliki catatan simpatik dari teman dan orangtua, dapat
mengekspresikan pikiran dan masalah tanpa kehilangan afeksi dan status sosial.
3. Hierarki
motive menurut Maslow
Abraham H. Maslow (1945) menggambarkan
motivasi manusia sebagai suatu hierarki yang terdiri dari lima tingkat.
Tingkat-tingktan ini menunjukkan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
suatu waktu tertentu. Kelima tingkat motivasi adalah sebagai nampak dalam gambar
berikut :
FISIOLOGIS
RASA AMAN
AVILIASI
HARGA DIRI
PENGEMBANGAN
DIRI
Hierarki
menurut Maslow
a. Kebutuhan
fisiologis merupakan kebutuhan badan manusia dalam bentuk sandang, pangan dan
papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling utama bagi kehidupan manusia.
Kebutuhan-kebutuhan lain baru muncul bila kebutuhan primer tersebut secara
relative sudah terpenuhi.
b. Kebutuhan
rasa aman akan timbul setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi. Setiap manusia
butuh rasa aman akan keselamatan diri, baik secara fisik maupun psikis.
c. Kebutuhan
afiliasi akan muncul setelah kebutuhan rasa aman relative terpenuhi. Manusia
pada dasarnya makhluk sosial yang ingin diterima menjadi anggota kelompok
masyarakat tertentu dan ikut aktif dalam berbagai kegiatan.
d. Kebutuhan
harga diri menonjol setelah kebutuhan afiliasi terpenuhi. Setelah dirinya
diterima di lingkungan tertentu, ia ingin agar kelompoknya membutuhkan dan
menghargai dirinya. Setiap manusia mempunyai rasa harga diri, dan harga diri
initerwujud dalam berbagai bentuk diantaranya adalah prestise dan kekuasaan.
Oleh karena itu orang akan mengejar prestise dan kekuasaan untuk mencapai harga
diri yang tinggi.
e. Kebutuhan
pengembangan diri merupakan motif yang paling akhir. Manusia ingin
mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Motif
pengembangan diri muncul dalam bentuk antara lain kebutuhan menjadi orang yang
kompeten dan berhasil.
Hierarki motive menurut Maskow tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa pada manusia terdapat kebutuhan dasar yang perlu
pemenuhan secara bertahap. Kebutuhan tingkat-tingkat lanjutan baru nyata
pemunculannya apabila kebutuhan tingkat dan sudah terpenuhi.
Ø Emosi
Biasanya
seseorang berbuat sesuatau dengan melibatkan emosi. Seperti halnya insting dan
kebiasaan, pada dasarnya emosi sifatnya tanpa sadar. Emosi sangat berpemgaruh
terhadap tindakan seseorang, dan menggambarkan berbagai keadaan kejiwaan
manusia, misalnya kebahagiaan, kecemasan, ketakutan, keadaan tertekan, duka
cita dan sebagainya.
Emosi
merupakan respons dan reaksi psikologis dan fisiologis yang dihasilkan dari
situasi yang ditangkap, mempunyai sifat pembawaan, pati banyak factor yang
mempengaruhinya, seperti tingkat kematangan seseorang yang dapat berpengaruh
terhadap pengendalian emosi.
Dalam
kegiatan olahraga emosi merupakan factor yang penting dalam usaha pencapaian
prestasi. Pengeruh yang diberikan dapat bersifat negative atau positif,
tergantung dari tingkat emosional yang muncul serta kemampuan mengontrolnya.
Beberapa
keadaan emosional yang berhubungan erat dengan olahraga adalah : ketegangan,
tekanan, dan kecemasan.
1. Ketegangan
(tension)
Ketegangan
dapat berarti reaksi syaraf terhadap suatu situasi, misalnya perasaan mental
Karen ketakutan atau kesalahan, kelelahan secara fisik maupun mental, atau
dapat berarti ketegangan otot-otot dalam bereaksi melawan beban. Guru olahraga
perlu memperhatikan terjadinya ketegangan mental maupun otot dalam upaya
meningkatkan hasil belajar dan prestasi siswanya. Tegangan otot sangat
diperlukan dalam melakukan berbagai kegiatan olahraga, seangkan kegiatan
olahraga itu sendiri itu dapat digunakan untuk menurunkan atau menghilnagkan
ketegangan mental yang tak perlu.
Ketegangan juga dapat menimbulkan
terjadinya gejolak atau gairah (arasual) unuk berbuat sesuatu dalam aktivitas
seseorang sebagai fungsi dari emosi dan motivasi. Seperti halnya motivasi, maka
emosi juga perlu ditimbulkan dalam situasi yang tepat untuk memberikan pengaruh
yang menguntungkan dalam usaha mencapai tujuan.
2. Tekanan
(stress)
Tekanan
atau keadaan tertekan berasal dari pengaruh psikologis, fisiologis dan
emosional. Stress adalah suatu istilah yang telah digunakan secara luas. Hamper
setiap orang mengalami keadaan stress dalam kegiatan sehari-hari dengan kadar
yang berbeda-beda sesuai dengan kegiatan yang dilakukan dan cara-cara
penanggulangannya.
Timbulnya
stress untuk setiap individu sifatnya relative. Suatu situasi tertentu dapat
menimbulkan terjadinya stress bagi seseorang, tetpi bagi orang lain ternyata
tidak merasakan sebagai sebab timbulnya stress. Sebagai contoh dalam
prtandingan olahraga, seorang pemain merasakan stress karena ulah penonton yang
gaduh dan bersorak-sorai yang berakibat buruk bagi penampilannya, sedangkan
pemain lain beranggapan bahwa situaasi yang demikian justru dapat membangkitkan
semangatnya untuk brmain lebih baik.
Penyebab
gejala stress tidak spesifik, tetapi akibat terhadap keadaan fisiologia adalah
spesifik, yaitu keseimbangan tubuh internal (homeostatis) terganggu.
Stress
tidak dapat dihindari oleh seseorang, yang penting adalah bagaimana seseorang
dapat mengatasi stress yang timbul sehingga tidak mengganggu penampilannya.
Hidup pada dasarnya merupakan proses penyesuaian (adaptasi). Bila seseorang
tidsk msmpu beradaptasi terhadap suatu keadaan, maka akan timbul stress.
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa stress mempunyai pengeruh yang berbeda terhadap
tugas-tugas yang kompleks, sedangkan terhadap tugas yang sederhana tidak
berpengaruh, bahkan dapat menunjang upaya pencapaian prestasi yang lebih baik.
Apabila suatu keterampilan dipelajari dengan baik, stress tidak akan tampak
pengaruhnya. Dalam beberapa kasus tertentu dengan peningkatan belajar, stress
dapat digunakan sebagai usaha peningkatan prestasi.
3. Kecemasan
(anxiety)
Kecemasan
merupakan reaks normal yang terjadi pada diri seseorang. Keadaan cemas ada
hubungannya dengan rasa takut atau keadaan tertekan. Rasa cemas dapat
menurunkan efisiensi perceptual, tetapi pada tingkat yang rendah justru
menimbulkan kesiagaan, sehingga seseorang dapat membedakan stimulus lingkunag
dengan lebih baik.
Dalam
menghadapi suatu pertandingan olahraga keadaan vemas sering timbul. Bagi
seorang atlet yang sudah berpengalaman, kecemasan yang timbul dapat dikontrol
sehingga tidak mengganggu konsentrasi. Sebaliknya bagi atlet yang kurang berpengalaman,
sering timbul kecemasan yang berlebihan sehingga mengganggu penampilannya.
Anxiety
dapat diartikan sebagai perasaan takut, cemas atau khawatir akan terancam
keselamatan kepribadiannya. Anxiety akan makin memuncak pada umur 20tahun,
karena pada umur tersebut seseorang sedang mendekati puncak pengembangan
potensi-potensi fisik dalam kegiatan olahraga dan merupakan saat yang produktif
untuk menuju puncak prestasi. Pada umur 30tahun, anxiety cenderung menurun
tetapi setelah umur 60tahun mulai naik lagi.
Hubungan
antara anxiety dengan penampilan gerak dapat dinyatakan dengan adanya dua
teori. Teori pertama merupakan hasil perbaikan dari teori drive
berdasarkan hasil tes yang dikembangkan
oleh Martens (1972,1972). Dan hasilnya menyatakan bahwa teori teori tersebut
kurang mendapatkan dukungan. Teori drive menyatakan bahwa hubungan antara
anxiety dengan penampilan gerak merupakan hubungan yang linear, artinya setiap
kenaikan tingkat anxiety selalu diikuti oleh kenaikan penampilan gerak.
Teori
lain yang menyatakan hubungan antara anxiety dengan penampilan gerak adalah
teori U-terbalik, yang berpostulat bahwa hubunhgan tersebu berbentuk
u-terbalik. Dengan demikian tingkat anxiety yang rendah maupun yang tinggi
sama-sama menghasilkan tingkat penampilan gerak yang rendah, sedangkan tingkat
anxiety yang menengah/sedang justru menghasilkan penampilan gerak yang tinggi.
Untuk
mnggambarkan perbedaan antara teori drive dengan teori U-terbalik dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Tinggi
Tingkat penamilan
teori
U-terbalik
teori drive
Rendah
Sangat rendah tingkat anxiety sangat tinggi
Hubungan antara aniety dengan
penampilan gerak, dalam teori drive dan U-terbalik. Tingkat anxiety umumnya
berubah-ubah, seperti yang terlihat dalam menghadapi suatu pertandingan.
Perubahan-perubahan tersebut terlihat pada awal sebelum pertandingan dimulai,
selama pertandingan berlangsung, dan mendekati akhir pertandingan, yaitu
sebagai berikut :
a. Sebelum
pertandingan, tingkat anxiety naik diebabkan oleh berbagai bayangan tentang
beratnya tugas atau lawan yang akan dihadapi dalam pertandingan.
b. Selama
pertandingan tingkat anxiety biasanya menuun karena atlet sudah mengadaptasikan
dirinya dengan situasi pertandingan sehingga keadaan sudah dapat dikuasainya.
c. Mendekati
akhir pertandingan, tingkat anxiety mulai naik lagi, apalagi bila terjadi
pertandingan yang seimbang dan sifat pertandingannya sangat menentukan,
misalnya dalam final atau penenuan kemenangan regu.
Dalam pertandingan-pertandingan yang memerlukan
waktu lama, seperti menembak, panahan dan beberapa nomor atletik, tingkat
anxiety biasanya makin lama makin meningkat.
Ø Teknik-teknik untuk
meningkatkan motivasi
Usaha
meningkatkan motivasi marupakan salah satu ausaha meningkatkan semangat belajar
siswa. Berapa macam tenik dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi, yaitu
sebagai berikut :
1. Motivasi
verbal
Motivasi
verbal dapat dilakukan dengan cra melakukan percakapan pendek untuk
membangkitkan semangat (pep talks), diskusi kelompok (team talks) dan
pendekatan individu (individual talks). Agar hasilnya efektif, ada beberapa
langkah yang perlu diperhatikan :
a. Langkah
pertama, memberikan pujian terhadap hasil yang telah dilakaukan oleh atlet dan
menjelaskan perannya terhadap regu.hal ini dilakukan untuk mendorong atlet agar
mempunyai rasa percaya diri dan melakukan tugasnya dengan baik.
b. Langkah
kedua, memberikan dorongan semangat dan sugerti. Setiap koreksi yang diberikan
harus bersifat membangun, evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif, dan
kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam usaha meningkatkan keterampilan harus
dicari pemecahannya dengan memberikan petunjuk yang benar.
c. Langkah
ketiga, memberikan petunjuk an pengertian tentang manfaat kegiatan yang sedang
dilakukan. Dalam memberikan petunjuk sebaiknya tidak diberikan secara
berlebihan dan emosional.
2. Motivasi
behavioral (perilaku)
Untuk mencapai tujuan dengan berhasil
seseorang harus dbina dan diarahkan menuju perilaku yang baik yaitu : jujur,
disiplin, sportif, memiliki dedikasi yang tinggi dan terpuji. Dalam hal ini
contoh perilaku yang positif dari seorang guru atau pelatih mermegang peranan
yang penting. Dengan contoh-contoh perilaku yang positif dari guru atau
pelatihnya diharapkan anak asuhnya akan dapat termotivasi untuk berperilaku
positif pula dalam usaha mencapai keberhasilan, baik dalam olhraga maupun hidup
bermasyarakat.
3. Motivasi
insentif
Motivasi insentif merupakan dorongan
dengan cara memberikan insentif atau hadiah-hadiah, dengan tujuan :
a. Menambah
semangat belajar dan berlatih
b. Menambah
gairah dan ambisi untuk berprestasi
Cara ini dapat memberikan motivasi
kepada seseorang unuk berusaha lebih kuat dalam mencapai tujuan. Akan tetapi
apabila diberikan secara terus-menerus akan memberikan kondisi yang kurang
wajar terhadap siswa atau atlet. Mereka yang terbiasa memperoleh hadiaih,
apabila pada suatu saat tidak ada hadiah atau menerima hadiah yang lebih
sedikit disbanding biasanya, maka mereka akan frustasi, acuh atau bahkan patah
semangat.
Oleh karena itu insentif sebaiknya
diberikan secera hati-hati, diberikan pada situasi yang tepat, dan jangan
secara berlebihan. Motivasi insentif sebaiknya bukan merupakan satu-satunya
motivasi yang diberikan pada seseorang, tetapi harus diimbangi dengan motivasi
yang lain.
BAB III
PENUTUP
Keseragaman
untuk definisi motivasi memang sulit dilakukan. Stiap ahli memberikan definisi
yang berbeda, namun mempunyai pengertian yang sama. Mempelajari motivasi
berkenaan dengan kpndisi yang menentukan tujuan seseorang dan perbuatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Antara motivasi dengan perbuatan
dapat diidentifikasi adanya siklus yang melibatkan tiga komponen, yaitu ibulnya
motivasi, perbuatan termotivasi, dan kondisi terpuaskan.
Dalam
hubungan antara motivsi dengan prestasi inyatakan bahwa preatsi terbaik
(optimal) dicapai apabila motivasi tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi
atau dapat dikatakan bahwa preatasi tidak selalu meningkat sejalan dengan
bertambahnya motivasi. Pada taraf tertentu peningkatan besarnya motivasi justru
berakibat buruk terhadap pencapaian prestaasi.
Sumber
motivasi yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi ekstrinsik dan
motivasi intrinsic. Motivasi ekstrinsik timbul krena adanya rangsangan dari
luar atau bersifat eksrernal, seangkan motivasi intrinsik timbul dari dalam
diri atlet itu sendiri atau bersifat internal. Berdasarkan sifat pemunculannya,
motive dapat diklasifikasikan manjadi motive primer dan motive sekunder.
Emosi
merupakan respons dan reaksi psikologis dan fisiologis yang dihasilkan dari situasi
yang ditangkap, banyak factor yang mempengaruhinya, seperti tingkat kematangat
seseorang dapat berpengaruh terhadap pengendalian emosi. Beberapa keadaan
emosional yang berhubungan erat dengan olahraga, misalnya, ketegangan, tekanan,
kecemasan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kratwohl, David R. et.al.,Taxonomy of Educational Objectives, Handbook
II: Affec-
tive Domain. New York; Longman, 1964.
Magill, Richard A., Motor Learning Concept and Aplications, Dubaque:wm.c.
Burou Company publishers, 1980.
Martinek,Ronald G., Information Processing in Motor Skill, New York: Holt,
Rinehart
and Winston, 1976.
Neilson, N.P., Concepts and Objectives in Movement Art & Sciences, New York:
Vantage
Press, 1978.
Oredine, Joseph B., Psichology of Motor Learning, New Jersey: Prentice Hall
Inc,
1984.
Singer, Robert N., Motor Leraning and Human Performance: An Aplication to
Physical Education Skills.
Ne York: Macmillan Publishing Co., Inc, 1975.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar